Skip to main content

Lesti-Billar Damai, Bisakah Pelaku KDRT 'Tobat'? Psikolog Bilang Gini

Lesti-Billar Damai, Bisakah Pelaku KDRT 'Tobat'? Psikolog Bilang Gini

Lesti-Billar Damai, Bisakah Pelaku KDRT 'Tobat'? Psikolog Bilang Gini

Lesti Kejora resmi mencabut laporan terhadap suaminya, Rizky Billar, terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya. Lesti juga membeberkan perjanjian antara dirinya dan Billar setelah pencabutan laporan.

Dalam perjanjian itu, Billar berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Lesti juga menyebut Billar sudah meminta maaf kepada keluarganya.

"Beliau sangat berjanji tidak akan mengulangi, sudah dituangkan dalam perjanjian. Beliau memohon pada orang tua untuk minta maaf, orang tua saya maafin," kata Lesti di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (14/10/2022).

Menanggapi ini, psikolog klinis Anastasia Sari Dewi mengatakan perlu ada treatment khusus untuk pelaku KDRT. Sebab, tindakan kekerasan itu tidak hanya sekedar emosi atau ekspresi marah saja yang salah, tetapi cara berpikirnya juga perlu diluruskan.

Menurut Anastasia, pelaku kekerasan itu rata-rata berpikir apa yang dia lakukan selalu benar. Selain itu, bisa saja hal yang dilakukannya itu menjadi cara dia untuk membungkus rasa tidak percaya diri hingga ketakutannya.

"Rata-rata berpikirnya dia yang selalu merasa betul atau itu adalah cara dia membungkus rasa tidak percaya dirinya, rasa takutnya, seperti takut kehilangan pasangan, takut direndahkan, takut tidak dihargai dan sebagainya," jelas Anastasia pada detikcom, Jumat (14/10/2022).

"Dengan cara dia marah supaya pihak lain itu takut sama dia. Nggak berani melukai dia atau nggak berani macam-macam," lanjutnya.

Anastasia mengungkapkan jika hanya dengan berjanji tidak mengulangi lagi atau hanya dilaporkan ke pihak kepolisian saja masih kurang efektif. Sebab, di dalam diri si pelaku masih ada yang bergejolak, dan suatu saat bisa saja meledak lagi.

Maka dari itu, si pelaku perlu dilatih untuk mengendalikan ledakan emosinya dan mengatasi cara berpikirnya yang salah. Menurutnya, jika ada kesempatan si pelaku bisa saja melakukan kekerasan lagi.

"Karena kalau kapok sama laporan kepolisian, tapi jika dia lihat ada kesempatan pada korban yang memungkinkan bisa lagi menjadi lampiasannya, dia itu akan terjadi lagi (kekerasan)," tegas Anastasia.

"Karena aslinya dari dalam, dari respons emosinya yang pertama kali atau lagi emosional. Jangankan berpikir konsekuensi panjang, sudah jelas pasti penyesalan belakangan. Jadi, kita latih emosinya itu supaya tidak menimbulkan kekerasan, supaya tidak ada konsekuensi selanjutnya," jelasnya.

Sumber: Health.detik.com